PEMERTAHANAN
AGAMA HINDU BERBASIS TOLERANSI PADA JARINGAN SOSIAL
Peranan
tautan gusti panjak dan siwa sisya dalam mempertahankan agama
Hindu bukan hanya dalam hal memperkuat basis Hindu Bali tapi yang tak kalah
penting adalah pengembangan sikap toleransu terhadap islam. Sikap toleransi
merupakan hal yang penting di dalam mempertahankan dan mengembangkan Agama
Hindu serta dalam menjaga kestabilan dalam social politik.
A.
Puri
Mempraktikkan Toleransi
Salah satu puri
yang mempraktikkan toleransi terlihat pada kisah Raja sampangan (Bali), Yang di kenal dengan nama Dalem Ketut
Ngelesir. Diceritakan pada abad ke-14 beliau menghadap ke Majapahit untuk
menunjukkan penghargaan dan kepatuhan terhadap raja Hayam Wuruk konon
sepulangnya dari Majapahit beliau di berikan anak buah sebanyak 40 orang yang
disebut sebagai cikal bakal kampung Islam Gelgel, klungkung. Dua tokoh yang
terkenal adalah Raden Modin dan Kyai Jalil, yang selanjutnya raden Modin
menetap di Banjar Lebah dan kyai jalil di minta untuk membunuh banteng liar
untuk mengenang jasanya Desa Saren berubah menjadi Desa Saren Jawa.
Sikap toleransi
juga tercermin dari kisah dakwah islam pada masa kekuasaan raja Watu Renggong,
ketika itu dating seorang pendakwah dari Mekkah ke Gelgel dengan tujuan
mengislamkan Watu Renggong yang bernama Ki Moder. Secara bijaksana Watu
Renggong bersedia masuk Islam dengan
syarat Ki Moder harus membersihkan bulu pada jari kaki Watu renggong
namun ki Moder gagal. Hal ini menunjukan Ki Moder berkeinginan mengislamkan
Gelgel dari atas atau dari Penguasa tertinggi yaitu raja namun hal ini gagal
dan watu Renggong menolak secara halus dari persyaratan yang diajukan oleh Watu
Renggong yaitu pertama memotong bulu jari kaki sebagai penutup persyaratan bagi
orang islam yaitu sunat , kedua
memotong bulu kaki juga bermakna
islamisasi dari bawah.
Selain Ki Moder
ada banyak pendakwah lain yaitu Sunan Pararapen dari Giri namun ajakannya
ditolak oleh watu renggong . Sultan Adlaudin beliau mengajak Di Made, raja
gelgel untuk masuk islam namun di tolak juga. Hal ini menunjukan dkwah tidak
hanya pada masa Watu Renggong dan tidak hanya di kerajaan Gelgel saja tapi di
seluruh kerajaan yang ada di bali.
Kerajaan
Buleleng pada masa raja Panji Sakti di hadiahi Gajah dan 3 orang pawing gajah
yang kemudian tinggal di Banjar Jawa 2 orang dan di pantai lingga satu orang
hingga kemudian di pindahkan ke Desa pegatepan dan Desa Pegayeman yang
selanjutnya menjadi cikal bakal komunitas islam Desa Pegayeman.
Kerajaan
5.7..Toleransi karena
nafkah berkomplementer
Nafkah
berkomplementer dalam hal ini berarti bahwa masyarakat bali yang lebih
cenderung ke pertaniannmembutuhkan para pedagang untuk melengkapi kebutuhan
mereka baik pemasaran hasil pertanian maupun pemenuhan kebutuhan pokok yang
mengakibatkan pedagang-pedagang dari luar bali berdatangan seperti pedagang
Cina, Bugis, Demark yang nota bene menganut islam, selain berdagang mereka juga
bertujuan untuk berdakwah atau mengislamkan Bali. Hal ini terbukti dengan
berbagai pelabuhan di bali yang senantiasa memiliki kisah tersendiri dengan
para pedakwah itu. Seperti pelabuhan yang terdapat di Kabupaten Buleleng dan
Kabupaten Badung.
Salah
satu pelabuhan yang menandai interaksi orang Bali dengan Orang islam bermula
dari perdagangan yaitu pelabuhan Kota Bandung
atau yang di kenal dengan Tebanding yang terletak di wilayah Desa
Pakraman Kubutambahan(kawista), Buleleng hal ini di perkuat dengan Tebanding
yang terletak pada jalur perdagangan yaitu jalur Malaka, Jawa Tengah , Jawa
Timur, Bali, Lombok Dan Sumbawa, ditambah lagi Bulelng terkenal dengan kain
tenunnya ,ini mengakibatkan Tebanding menjadi Kota Pelabuhan yang sangat ramai.
Sesuai dengan pedoman Tri Hita Karana , Tebanding juga memiliki Pura Pelabuhan
atau Pabean dengan nama Pura Negara Gambur Anglayang. Uniknya di pura ini tidak
hanya ada pelinggih untuk dewa dewi hindu, melainkan juga ada pelinggih yang
dikaitkan dengan pedagang antara lain : Pelinggih Ratu Melayu yang di kaitkan
dengan Pedagang dari Malaka, Pelinggih Sundawan yang di kaitkan dengan Pedagang
Sunda, Pelinggih Subandar yang di kaitkan dengan Pedagang Cina dan Pelinggih
Ratu Dalem Mekah yang di kaitkan dengan Para
Pedagang Demark.
Pelabuhan
lain di Buleleng yakni Pelabuhan Labuhan Haji yang terletak di Desa Temukus. Di
sini terdapat sebuah makam kuno seorang tokoh islam yang bernama Syekh Abdul
Qodir Muhammad atau yang bergelar The Kwin Lie, makam ini terkenal dengan nama
Keramat Karangupit, keberdaan tokoh islam ini di kaitkan dengan nama Labuhan
Haji yang mengandung unsur islami yakni gelar Haji yang konon di milikimoleh
Syekh Abdul Qodir Muhammad. Tokoh islam ini selain berdagang juga melakukan
dakwah di kawasan Labuhan Haji. Nama Labuhan Haji juga di kaitkan dengan tempat
orang Naik haji yang di koordinir oleh pelaut dari Bugis.
Masih
banyak pelabuhan lain di daerah Buleleng yang
meiliki kaitan dengan toleransi orang Bali dengan Orang Islam.
Di
Kabupaten Jembrana terdapat pelabuhan yakni Loloan atau Bandar Pancoran. Pada
abad ke – 17 orang bugis yang melarikan diri dari makasar yang di kuasai VOC
membuat pelabuahn ini ramai. Kedatangan orang bugis di sambut baik oleh raja
Jembrana karena mereka berperan dalam menggerakkan Roda perdagangan.kemudian di
lanjutkan dengan alkulturasi Bugis-melayu yang disebabkan oleh kedatangan
masyarakat Melayu yang menetep dan menikah dengan wanita setempat. Untuk
mempererat hubungan dan mengendalikan orang islam di Loloan raja mengijinkan
membangun masjid. Hingga kini loloan menjadi komunitas islam yang terkenal di
jembrana.
Di
lanjutkan dengan kisah dari kerajaan Badung , konon pada abad ke-17 Orang bugis
berlabuh di Pulau Serangan, raja badung menerima dan bahkan mengijinkan mereka
mendirikan Masjid. Hal ini di karenakan mereka berperan dalam perdagangan dan
kadang menjadi prajurit yang cukup tangguh di kerajaan Badung.
Hal
ini menunjukan bahawa orang Bali menjalin Toleransi atas dasar saling
melengkapi antara perdagangan dan pertanian , seperti tercermin pada Mitos
Putri Dang hyang Niratha yang mengalami penyucian secara magis setelah di
perkosa dan menjadi bhatari melanting(Dewi Melanting atau dewi perdagangan),
yang kemudian di anggap sebagai bawahan dari Dewi Sri(Dewi Pertanian). Hal ini
menunjukan Bali mengganggap Perdagangan sebagai nafkah pelengkap dan pertanian
sebagai mata pencaharian utama.Penomor duaan Perdagangan di manfaatkan oleh
orang cina untuk menguasai pelabuhan yang de kenal dengan nama syekh Bandar
atau Subandar.
Berdasarkan
Paparan di atas tempak Bahwa orang islam yang berkomplementer dengan orang
bali mengakibatkan tidak adanya
perebutan nafkah tidak terjadi dan mereka hidup secara damai dan berdambingan.
No comments:
Post a Comment